Adalah
Musa As, seorang lelaki gagah utusan Allah yang kisahnya sangat menyejarah.
Diutus Allah di kota Mesir untuk berdakwah melawan Ayah angkatnya sendiri yang
mengaku sebagai tuhan. Si pembangkang yang hidupnya penuh dalam
kesombongan, Fir’aun.
Musa
As tetaplah manusia yang juga memiliki kekurangan. Ia tak pandai beretorika.
Lisannya gagap. Tatkala diperintahkan Allah untuk menyampaikan kebenaran kepada
Fir’aun, Musa merasa gugup dan khawatir dengan ketidakmampuannya dalam
beretorika. Hingga ia berdoa untuk kelancaran lisannya yang gagap kepada Sang
Pemberi Kemudahan, doa yang diabadikan dalam Al-Qur’an Surat Taha ayat 25-28.
Taat akan titah Tuhan meski dalam keterbatasan kemampuan, itulah yang Musa As
contohkan.
Musa As juga pernah menghadapi situasi genting yang membuat ia buntu dalam menghadapi permasalahan. Itulah
yang terlihat saat Musa As dan pasukannya terjebak di perbatasan laut,
sedangkan di belakangnya jarak pasukan Fir’aun yang mengejar mereka semakin
dekat dan terus mendekat. Dalam keadaan hati yang penuh kekhawatiran, turun
titah Tuhan untuk melemparkan tongkatnya ke laut. Musa hanya taat dan patuh
akan titah Tuhan. Tak terfikir bahwa tongkat kecilnya akan mampu membelah
lautan yang begitu luas.Namun, Allah mampu berbuat apa saja diluar dugaan dan
lintasan fikiran manusia. Taat, itu saja tugas kita, dan Allah akan selalu
datang mengulurkan bantuan disetiap permasalahan yang menghadang.
Ibrahim
As pun mengajarkan hal sama kepada kita : Taat tanpa tapi. Meskipun hati nurani
sulit berkompromi dengan kehendak-Nya. Ibrahim As harus menyembelih
satu-satunya anak kesayangan yang telah lama dinanti dalam bilahan tahun,
bulan, dan hari. Ayah mana yang tega menyembelih putra kesayangannya? Tidak
ada. Tapi perintah Allah justru turun kepada Ibrahim untuk menguji ketulusan
cintanya kepada Allah. Akankah Ibrahim As mendahulukan cinta Allah atau justru
cinta kepada buah hati kesayanganya?. Namun, sang anak pun taat akan titah-Nya.
Ismail As ikut memotivasi ayahnya untuk melaksanakan perintah Allah. “Jika ini
adalah perintah Allah, maka laksanakanlah wahai Ayah, Aku ridha dengan
keputusan-Nya” ungkap Ismail As. Dalam kesedihan hati yang mendalam, dalam
derasnya airmata yang bercucuran, Ibrahim As melaksanakan Titah Tuhan. Lalu
keajaiban pun datang. Allah memberikan kibas untuk menggantikan posisi Ismail
As. Itulah buah taat, ia memesona setiap hamba yang seutuhnya patuh
pada-Nya.
Pun,
begitu juga kisah Julaibib, lelaki pendek, jelek lagi miskin. Seorang lelaki
yang diusia sudah tua dan mampan untuk menikah, belum juga memiliki kekasih
hati yang halal untuknya. Hingga suatu hari ia berjumpa dengan Rasulullah Saw,
dan terjadilah perbincangan serius di antara mereka.
“Wahai
julaibib, tidakkah engkau ingin menikah?”, Tanya Rasulullah
“Aku
akan mencari calon pendamping untukmu”, kata Rasulullah.
“Engkau
tidak akan mendapati wanita yang bersedia menjadi pendamping hidupku”. Sahut
julaibib
“Tapi
engkau disisi Allah bukalah orang yang tidak laku”. Jawab Rasul dengan penuh
keyakikan.
Beberapa
hari kemudian, Rasulullah berjumpa dengan seorang lelaki Anshar yang mempunyai
seorang anak perempuan yang berstatus janda sebab suaminya yang telah meninggal
dunia. Awalnya istri dari lelaki Anshar ini tidak bersedia menikahkan anak
perempuannya dengan lelaki yang bernama Julaibib. Hingga, tiba-tiba perempuan
itu berkata “ Jika ini adalah permintaan Rasulullah, bagaimana mungkin aku
menolaknya?”. Sungguh, aku bersedia menjadi pendamping hidupnya. Singkat
cerita, mereka berdua pun menikah dan merayakan cintanya bersama-sama dengan
penuh bahagia.
Tak
berapa lama setelah kebersamaan yang mereka lewati, panggilan jihad diserukan
oleh Rasulullah Saw. Dengan sigap siaga Julaibib memenuhi panggilan juang untuk
membela agama Allah Swt. Meski status dia masih dikatakan sebagai ‘pengantin
baru’, tapi Julaibib tetap mendahulukan cinta kepada Allah dengan ikut serta
dalam jihad fi sabilillah. Hingga ia syahid dalam perang dengan jaminan syurga.
Hingga Rasulullah berkata “Aku bagian dari dirinya, dan dia bagian dari
diriku”. Mendahulukan cinta Allah, Taat kepada perintah-Nya dengan bersegera
memenuhi panggilan Jihad fi sabilillah walau dalam keadaan berat, itulah yang
diajarkan Julaibib pada kita semua. Dalam taat yang menyeluruh, ia raih pahala
yang sangat memesona; Syurga!.
“Urusan kita sebagai hamba memang
taat kepada Allah. Lain tidak!” begitulah ungkap Ustad Salim A Fillah. Taat
kepada Allah akan menghantarkan kita pada keajaiban-keajaiban yang memesona
diluar prasangka. Dalam taat, apapun
masalah akan teratasi. “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia
akan membukakan jalan keluar bagi-Nya” (QS. At-Talaq: 2). Dalam taat yang menyeluruh,
patuh yang utuh, selalu ada jalan keluar yang bisa kita tempuh. Dan Allah akan
hadirkan jawaban-jawaban yang memesona dalam sebagai buah taat pada-Nya. Semoga
kita menjadi hamba yang taat seutuhnya, pada-Nya. Aamiin Ya Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar