Sabtu, 02 Januari 2016

Kesetiaan Sejati



Menjelang pagi hari, saat mentari belum terbit, saat kebanyakan manusia masih terlelap dalam tidur, Rasulullah beranjak pergi meninggalkan Mekkah untuk melaksanakan perintah Allah yaitu berhijrah  ke Yastrib (Sekarang: Madinah). Seperti ungkap Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri dalam bukunya berjudul Sirah Nabawiyah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw meninggalkan rumah dan pergi berhijrah dengan sabahat sejatinya Abu Bakar r.a secara tergesa-gesa sebelum fajar menyingsing.

Meski suasana sebelumnya sangatlah mencekam, namun hal tersebut tidak menggoyahkan tekad Rasulullah untuk berhijrah melaksanakan perintah Allah Swt.. Betapa tidak, sebelumnya rumah Rasulullah Saw dikepung oleh pemuka Quraisy untuk menghalangi keberangkatan Rasulullah ke Madinah. Strategi demi strategi pun disusun, dirangcang serapi mungkin untuk menggagalkan rencana hijrah Rasulullah Saw. Tapi, sebaik apapun tipu daya mereka, tentu akan terkalahkan dengan tipu daya Allah Swt. Sebagaimana firmannya :
…”Mereka memikirkan tipu daya itu, dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya (QS. Al-Anfal: 30)
Ya. Rasulullah Saw lolos dari tipu daya mereka dengan pertolongan Allah. Rasulullah Saw menaburkan pasir di kepala mereka sehingga membuat para pemuka Quraisy tersebut tertidur lelap dan tidak menyadari kepergian Rasulullah Saw dari rumahnya.
Ali bin Abu Thalib: Menggantikan Rasulullah
Sudah tidak asing ditelinga kita tentang nama ini, beliau adalah pemuda yang paling cepat memeluk ajaran suci yang di bawa Nabi Saw. Kesetiannya dalam menemani perjuangan Rasulullah Saw sangatlah banyak dilukiskan dalam buku-buku sejarah, termasuk kesetian Ali bi Abu Thalib dalam episode kisah hijrah Rasululullah Saw.
“Tidurlah di atas tempat tidurku”. Kata Rasulullah Saw pada Ali bin Abi Thalib r.a.
Maka, tanpa ba-bi-bu, Ali bin Abi Thalib r.a pun melaksanakan perintah Rasulullah Saw dengan segera. Beliau berbaring ditempat tidur Rasulullah Saw dengan berselimut mantel berwarna hijau yang sering dipakai oleh Rasulullah Saw untuk berselimut. Tidak ada rasa takut, meskipun diluar sana para pemuka Quraisy sedang mengepung rumah Rasulullah Saw. Menggantikan posisi Rasulullah Saw ditempat tidur tentulah sangat besar resikonya. Dan Ali bin Abi Thalib r.a siap dengan semua resiko itu. Walaupun nyawa taruhannya. Namun karena Allah, untuk Rasulullah Saw, kekasih Allah yang membawa risalah kesucian dari langit, Ali bin Abi Thalib tidak pernah ragu berkorban apapun yang dia punya.
 Abu Bakar r.a di Gua Tsaur
            “Ya Rasul, biarlah aku yang masuk terlebih dahulu”, Ucap Abu Bakar r.a kepada Rasulullah Saw saat tiba di Gua Tsaur.
            “Sebab, jika ada sesuatu yang tidak beres, biarlah aku saja yang menanggungnya. Aku tak ingin tubuh sucimu terluka”. Lanjut Abu Bakar r.a.
            Lalu Abu Bakar r.a pun masuk ke dalam gua untuk memastikan keamanan di dalamnya. Ada sebuah lubang yang didapati olenya. Dengan segera Abu Bakar r.a menutupi lubang tersebut dengan menggunakan mantelnya yang dirobek.
            Masuklah,Wahai Rasulullah”!. Abu Bakar .r.a mempersilahkan Rasullah Saw untuk memasuki gua setelah memastikan kondisinya. Rasulullah Saw pun masuk ke dalam gua.
Saat itu Abu Bakar menemani Rasulullah Saw berhijrah ke Madinah dan harus menghentikan perjalanan di Gua Tsur. Sedangkan dibelakang dua insan mulia ini, para musuh (Kafir Quraisy) masih terus mengintai dan mencari jejak mereka. Perjalanan yang jauh tersebut menyebabkan Rasulullah merasakan kelelahan. Dari balik Gua terlihat para kafir Quraisy mondar-mandir di luar. Ada desah ketakutan yang menghampiri Abu Bakar. Lalu, ia pun berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, bagaimana kalau seandainya mereka menemuka jejak kita?. Rasulullah menatap wajah teduh itu dan menjawab”Jangan takut dan jangan bersedih, Allah bersama kita”. Abu Bakar pun menjadi tenang usai mendengar jawaban Rasulullah.
Saat berada di dalam Gua, Abu Bakar menangkap guratan lelah dari raut wajah Rasulullah karena menempuh perjalanan yang jauh. Hingga ia berkata,  “Ya, Rasulullah, Tidurlah dipangkuanku”. Istirahatlah dengan tenang wahai kekasih Allah. Aku akan menjagamu. “Rasulullah pun merebahkan kepala di atas pangkuanya sedang Abu Bakar tetap terjaga. Di dalam gua yang dingin dan remang, hanya mereka berdua dan Allah Swt menjadi saksi perjalanannya.
            Setelah beberapa menit kemudian, Abu Bakar r.a menangis. Sekuat tenaga ia menahan rasa sakit, berusaha untuk tidak meirintih, tidak menjerit. Berusaha untuk tidak menggerakkan kakinya meski sakit yang dirasakannya itu sangatlah perih. Namun rasa sakit yang dalam membuat air mata Abu Bakar tetap terjatuh. Ia menangis dalam diamnya, menahan isak dengan tanpa bersuara. Tanpa sengaja, air matanya menetes mengenai pipi Rasullulah Saw yang sedang berbaring di pangkuannya.         Akhirnya Rasulluah pun terjaga dari tidurnya dan  keheranan melihat Abu Bakar r.a yang sedang meneteskan air mata.
            “Apa yang terjadi wahai Abu Bakar? Mengapa engkau menangis?” “Apakah engkau menyesal menemani perjalananku”?. Tanya Rasulullah.
            “Tidak ya Rasulullah. Sama sekali tidak menyesal!. Aku ridha dan ikhlas menemanimu. Maafkan aku wahai Rasullullah, aku tidak bermaksud untuk mengganggu istirahatmu. Sungguh, aku hanya ingin engkau dapat merebahkan badan dengan tenang diatas pangkuanku. Tapi, tiba-tiba saja aku digigit ular yang bisanya membuat tubuhku sakit dan  tidak sanggup menahan air mata”.
            Rasullah terenyuh mendegar tutur kata Abu Bakar r.a, Ia menatap wajah syahdu itu penuh cinta dan kasih sayang. Bukan Abu Bakar saja yang basah matanya karena air mata, lelaki purnama, Rasulullah Saw juga akhirnya berlinarkan air mata haru atas cinta yang diberikan sahabatnya, Abu Bakar. Lalu Rasulullah mengusap gigitan itu dengan air ludahnya. Dengan izin Allah, rasa sakit Abu Bakar akhirnya hilang.
Kesetiaan di jalan-Nya
            Membaca kisah diatas menyadarkan kita akan besarnya kesetian para sahabat dalam menjaga dan mengikuti kekasih Allah, Rasulullah Saw. Kesetian yang lahir atas pemahaman bahwa mencintai Rasulullah adalah cara untuk mendapatkan cinta Allah Swt. Seperti yang telah disampaikan dalam kitab-Nya
            Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali-Imran :31)


            Maka, tidak ada yang perlu diragukan lagi bahwa cara mencintai Allah adalah dengan mengikuti semuanya dan segalanya yang dibawa oleh Rasulullah Saw. Dan meneruskan perjuangannya agar terus tegak dibumi ini. Seperti para sahabat yang telah memberikan sederetan contoh kepada kita tentang kesetiannya dalam membantu Rasulullah dalam menegakkan risalah-Nya.
            Sekalipun, kita tidaklah hidup semasa dengan Rasulullah saw, dan jarak kita dengannya telah terpisah sekian ribu tahun, tapi tetap saja perjuangan Rasulullah harus diteruskan hingga hari ini, esok, nanti dan seterusnya sampai ajal memisahkan dengan alam dunia. Rasulullah Saw senantiasa merindukan orang-orang yang meneruskan perjuangannya meskipun terpisahkan oleh beribu-ribu jarak.
            Dalam satu riwayat disebutkan bahwa suatu ketika Rasulullah Saw melakukan perjalanan dengan para sahabat. Lalu, seketika Rasulullah meneteskan air mata. Para sahabat terkejut melihat Rasulullah yang secara tiba-tiba menangis. Untuk menjawab ketidaktahuannya, para sahabatpun bertanya,
“Ya Rasulullah, Kenapa engkau menangis?”.
“Aku rindu dengan saudara-saudaraku”, Jawab Rasulullah dengan nada sendu dalam linangan air mata.
 “Bukankah kami ini saudaramu, Wahai Rasulullah?” Tanya para sahabat.
“Bukan, kalian sahabatku. Sedangkan saudaraku yang ku maksud adalah mereka yang belum pernah berjumpa denganku, tapi mereka mengimaniku, meneruskan perjuanganku. Bahkan mereka mencintaiku melebihi cinta kepada diri mereka sendiri, kepada orang tua dan anak-anaknya. Aku rindu mereka!. Ungkap Rasulullah.
            Inilah sebuah ungkapan rindu Rasulullah yang diluapkan dalam air matanya, diumumkan di depan para sahabatnya. Rindu dan cinta yang menembus jarak dan waktu. Rindu dan cinta kepada mereka yang setia membersamai dan membumikan risalah Rasulullah sepanjang hidupnya.Semoga, Sepotong kisah ini mengajarkan kita tentang kesetiaan di jalan Allah. Bahwa kesetiaan sejati adalah taat dan berkorban tanpa batas untuk Allah dan Rasulullah. Tak pernah mengenal kata ‘lelah’ apalagi berhenti. Tapi terus berdenyut dan berdetak dalam kerja nyata hingga ajal menghentikannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar