Oleh: Majidah Nur
Hampir
disetiap momen MTQ selalu dimeriahkan dengan kunjungan tempat wisata. Biasanya
acara ini diselipkan ketika semua cabang perlombaan MTQ selesai tampil babak final.
Dan, pada MTQ ke-31 tingkat provinsi tahun ini, panitia telah meng-agendakan
wisata islami yang wajib diikuti oleh semua kontingen dari berbagai kabupaten.
Awalnya
saya memprediksikan bahwa kami diajak bermain
ke pantai islami atau sejenis tempat rekreasi lainnya, seperti kunjungan wisata
yang biasa pernah dilaksanakan pada beberapa ajang MTQ tahun sebelumnya. Dan
ternyata prediksi saya salah, karena wisata dalam ajang MTQ tahun ini berbeda.
Panitia menyampaikan bahwa wisata islami yang dimaksudkan adalah berkunjung ke
pemakaman Syekih Hamzah Fansuri.
Tepat
hari minggu (30/6/2013) sekitar Jam 09.00 semua kontingen diintruksikan untuk
segera berangkat menuju Desa Oboh,
kecamatan Runding. Disinilah ulama sufi itu dikebumikan. Perjalanan yang indah ini
ditemani oleh hijaunya pemadangan kebun sawit sepanjang jalan. Walaupun sedikit
khawatir akan keselamatan diri karena jalur jalan raya menuju tempat tersebut
dipenuhi terjal dan lubang-lubang.
Sekitar
jam 10.00 WIB kami tiba ditempat yang dituju. Seperti kebiasaanya, banyak para
panitia dan peserta MTQ yang mendokumentasi lokasi pemakaman tersebut. Dan saya
beserta beberapa peserta dari Kabupaten Nagan Raya sempat mewawacarai seorang bapak
yang bertindak sebagai pengawal makam Syeikh Hamzah Fanshuri. Menurut
keterangan beberapa pengawal lain
mengatakan bahwa bapak tersebut lebih banyak mengetahui informasi
tentang Syeikh dibandingkan mereka. Karena itulah kami memilih beliau untuk
diwawancarai. Dan kebetulan, kami lupa menanyakan nama bapak ini. Beberapa
pertanyaan pun akhirnya kami lontarkan untuk mendapatkan informasi dari beliau.
Sekilas
beliau menceritakan tentang perjalanan
Hamzah Fanzuri hingga jasadnya dikebumikan di Kota Subulusslam yang memiliki
semboyan “Sada Kata” ini. Tentang kelahiran dan meninggalnya Syeikh, beliau
tidak dapat menceritakan secara jelas. Pun, tentang karya-karya Syeikh dan peninggalan-peninggalan
lainnya juga tidak ada satu pun yang tersisa ditempat tersebut. “Sebenarnya
karya beliau ada, tapi semuanya sudah tidak ada lagi disini” kata pengawal
tersebut. Menurut keterangan beliau, dulu masih tersisa beberapa karya beliau
di tempat ini, tapi karya tersebut kemudian di ambil oleh pengunjug sehingga
tidak tersisa lagi.
Peninggalan
yang tersisa di tempat ini adalah “Balee” pengajian yang dulunya dipergunakan
oleh Syeikh beserta murid-muridnya sebagai tempat berkumpul dan belajar
bersama. Tapi, bangunan tersebut sudah terlihat sangat tua dan tidak
terfungsikan dengan baik. Menurut keterangan pengawal ini, pengajian di “balee”
tersebut masih berlangsung hingga saat ini. Hanya saja tidak seberapa efektif
lagi.
Balai Pengajian Syeikh Hamzah FansyuriKondisi Ruangan di Dalam Balee Pengajian
Pembicaraan
kami dengan pihak pengawal tersebut juga didengar oleh seorang panitia dari
Kabupaten Simeelue. Beliau juga berpesan kepada bapak pengawal ini untuk meminta
kepada pemerintah kota Subulussalam untuk dituliskan biografi singkat Syeikh
dan dipulikasikan di sekitaran pemakaman beliau agar dapat dibacakan oleh
setiap pengunjug dan memudahkannya dalam
mendapatkan informasi singkat tentang sejarah kehidupan Syeikh dan karya-karya peninggalannya.
Terlihat
para peserta kurang puas dengan informasi yang didapatkan dari pengawal
tersebut. Karena beliau belum mampu memberikan keterangan banyak. “Kami juga
kurang tau nak, karena cerita ini kami dengarkan dari nenek-nenek kami” Ujar beliau
disetiap pertanyaan yang belum mampu beliau berikan jawaban dengan baik.
Foto dari sampingFoto dari depan
Ini
tentu menjadi tugas kita bersama untuk meneliti lebih lanjut tentang Ulama Sufi
yang menjadi kebanggaan Aceh hingga saat ini. Dan mengabadikan kisah beliau dalam
tulisan. Agar sepotong sejarah emas ini tidak terus memudar atau bahkan lenyap
dan padam. Walaupun mungkin oleh sejarawan sudah ada yang melakukan penelitian
dan pembukuan tentang kehiupan Syeikh, tapi perlu untuk disampaikan kepada
masyarakat agar tidak awam dan buta tentang hal ini. Agar kisah ini dapat terus
tersampaikan dari generasi ke generasi untuk di ambil semangat perjuangannya dan
menjadi pelajaran bagi rakyat “seramoe mekah” khususnya dan Indonesia umunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar