Senin, 30 Desember 2013

Bergerak dan Menata dalam Ketiakpastian



Merasa baru saja beberapa hari yang lalu melangkah ke Banda Aceh. Mendaftar dari kampus ke kampus dalam kecemasan hati akan masa depan perkuliahan.  Membayar uang pendaftaran, mengisi formulir, menjawab soal-soal tes ujian, menanti pengumuman, berpamitan dengan mak, yah,nenek, kakek, ummi, tengku, daaan sanak saudara lainnya pada saat keberangkatan pertama. Ah, serasa baru saja.
Dan kemaren saat berjumpa dengan  seketaris jurusan SMI ( HES) beliau berkata ”Dah bisa judul ini majidah, apalagi sudah disetujui sama Pak Yasir (Wakil Dekan 1), disiapkan terus proposal skripsinya biar bisa cepat seminar.” Tentu saya sangat senang dan bersyukur. Tahap awal untuk menyelesaikan tugas akhir alias skripsi pun sudah di mulai. Ya, saya baru memulai sedangkan beberapa kawan lainnya sudah melangkah dalam jarak yang sangat jauh. Ada yang sedang menanti SK pembimbing, ada yang sudah dapat pembimbing bahkan ada yang sudah menulis BAB II. Woow banget, saya ketinggalan. Hehe. Ok, Tak pa, Semangat! ^_^
Usai jumpa dengan Ketua Lab (Buk Nevi) tiba-tiba saja saya teringat tentang ini. Tentang episode ketidakpastian yang telah saya lewati. Tentang perjalanan kuliah selama ini. Serasa begitu cepat waktu ini berjalanan yang pada akhirnya mengantarkan saya sampai tiba di semester  7 saat ini. Alhamdulilllah, Allah masih mengizinkan saya menjadi salah satu penduduk bumi yang masih bisa menikmati tahapan kehidupan ini. Yang masih membersamai orang-orang yang saya cintai.  Dan masih dapat  mengukir jejak-jejak di salah satu bagian bumi Allah ini.
Namun, saat itu pula perasaan saya bercampur aduk antara senang dan cemas. Senang karena sebentar lagi InsyaAllah akan seminar Proposal Skripsi. InsyaAllah. Cemas, karena saya belum tau tentang cerita episode kehidupan saya selanjutnya. Sebab, yang terbayang bahwa hari-hari kedepan akan semakin berat. Tuntutan untuk lebih mandiri, lebih kuat, lebih tegar sangatlah besar usai perkuliahan. Karena, sudah sangat tidak wajar jika masih bergantung dengan orang tua. Apalagi setelah sekian tahun memberikan apapun yang kita butuhkan.
 Walau, cita-cita untuk menyambung kuliah S2 itu telah terbenam dalam hati, namum perasaan cemas itu hadir karena ketidakpastian akan kelulusan. Apa lagi biaya kuliah S2 itu tidak tergolong sedikit. Kecuali lulus beasiswa. Tapi jika tidak lulus, apa saya harus pontang panting bekerja keras untuk mendapatkan uang?,  lalu menabung  di Bank untuk membiayai kuliah S2?. Mungkin saja. Tapi berkerja sebagai apa? Atau Ikut PNS?,  kalau nggak lulus gimana? Ah, saya benar-benar tidak tahu. Atauuuu, usai kuliah saya akaaaann, “Ehem”. Hehe, Tidak perlu dijabarkan lebih lanjut. ^_^
Yang  jelas, sama sekali belum ada jawaban tentang masa depan saya nanti. Tapi, kuliah ini harus diselesaikan secepatnya. Minimal, satu lagi episode kehidupan akan terlewati. Tinggal merancang dan menata episode kehidupan berikutnya. Tentu, untuk meraih masa depan yang baik tidak lah semudah menyoret kertas-kertas putih dalam merangkai mimpi-mimpi.
Sama halnya ketika dulu, setelah selesai Sekolah di SMAN 1 Seunagan. Ada kecemasan tentang masa depan. Tentang Kuliah S1. Ditambah pertentangan antara keinginan saya menjadi dokter dengan keinginan orang tua untuk tidak kuliah disitu. Lebih tepat nya bukan mereka menentang, tapi tidak menyetujuinya karena keuangan orang tua yang tidak mencukupi. Dan, pada akhirnya saya harus melupakan keinginan dan cita-cita tersebut. Walau, sudah jauh hari berusaha mencintai pelajaran Biologi dengan harapan keinginan ini terwujud.
Oke, Lupakan!, ketika itu saya berusaha melupakan impian ini. anggap saja keinginan menjadi dokter itu tidak pernah menjadi bagian dari impian saya. Walau sebenarnya kecemburuan akan kelulusan teman-teman di kedokekteran itu tetap ada. Akhirnya beralih ke IAIN. Kegalauan memilih jurusan pun melanda. “Kalau jurusan ini, nanti kerjanya apa bang?” Tanya saya sama abang. Waktu itu Abang adalah salah seorang konsultan setia bagi saya dalam memilih jurusan, kos dll.
Singkat cerita, saya lulus di pilihan pertama yaitu jurusan SMI. Jurusan yang di usulkan oleh Abang. Yang saya tahu ketika itu bahwa selesai dari jurusan SMI nanti salah satu keuntungannya adalah bisa kerja di Bank (Pemahaman saya ketika itu). Dan jurusan SMI juga salah satu jurusan terfavorit di IAIN setelah TEN. Karena pertimbangan inilah saya semakin yakin untuk mendaftar ulang di jurusan ini. Walau saya sendiri masih bingung dengan jurusan ini. Dari namanya aja saya bingung apa artinya “Syari’ah Mu’amalah wal Iqtishad”. Tapi, Alhamdulillah saya memiliki abang yang bisa menterjemahkannya. Makasih brother. Hehe
Waktu pun terus berlanjut, hingga tiba masa dimana saya menemukan ketidak kesenangan akan beberapa mata kuliah di SMI. Hukum pidana, hukum adat, hukum perdata, hukum dagang. Hafal undang undang inilah, itulah. Belum lagi undang-undang yang direvisi dari masa ke masa. Pastinya banyak perubahan dan harus diingat. Muali dari nomot nya, pasal, tahun. Aaggrh, “Kenapa jurusan kita belajar hukum ya?” tanyak saya dalam hati. Katanya ekonomi Islam, kenapa nggak fokus saja ke mata kuliah yang berkaitan dengan ekonomi?. Rasa penasaran saya ini menuntut saya bertanya ke kakak-kakak leting. Dan akhirnya saya menemukan jawaban. “Karena kita jurusan Hukum Ekonomi Islam dek” kata mereka.
Ditambah lagi dengan mata kuliah Matematika Ekonomi, Akuntansi. Ah, jumpa lagi dengan yang namanya ngitung-mengitung. Untuk mata kuliah ini bukan nggak suka, tapi saya laaaamaa kali loading nya dalam soal ngitung-mengitung. Harus belajar keras!
 Yaaah, serumit apapun itu saya masih bertahan di jurusan ini. Alhamdulillah. Walaupun untuk jatuh cinta pada beberapa mata kulih jurusan ini benar-benar membutuhkan perjuangan. Entah, serasa masih sangat sedikit ilmu yang dimiliki tentang segala hal yang pernah diajarkan dosen.
Seperti itulah, cerita singkat tentang episode ketidakpastian yang telah saya lewati. Walau pada akhirnya tidak semua berjalan sesuai dengan impian. Namun, Allah selalu senantiasa memberikan jalan terbaik. Meskipun, terkadang untuk memahami maksud baik dari pemberian Allah itu membutuhkan waktu. Karena hikmah itu seringkali hadir disaat kita sedang menjalani terpaan takdir yang telah Allah beri.
            Dan setiap orang merasakan ketidakpastian ini. Saya, anda dan kita semua pernah merasakan kecemasan akan ketidakpastian ini.  Namun, kita tidak boleh menyimpan banyak kekhawatiran. Tidak boleh. Masa depan, jodoh,rezeki, dan apapun itu yang masih dalam ketidakpastian, tidaklah merenggut kebahagian dari kita. Yang perlu kita lakukan dalam ketidakpastian ini adalah Bergerak, dan terus bergerak. Terus melaju, melewati episode kehidupan ini. Karena mendiamkan diri akan membuat selamanya kita berada dalam ketidakpastian. Dan bergerak, akan mengantarkan kita paa jawaba-jawabn tentang ketidakpastian. 
Yang perlu kita lakukan adalah menata dengan baik hari-hari yang kita lewati dan merancang mimpi-mimpi masa depan. Walau pada akhirnya kehendak-Nya lah yang akan terealisasi. Apapun yang terjadi, bagaimanapun kondisi dan situasi, kita harus selalu menyiapkan hati untuk ridha dengan segala ketetapan Ilahi. Kita harus siap dengan terpaan takdir yang akan terjadi. Siapalah kita yang mampu melawan kehendak-Nya. Karena sejatinya sekecil apapun kekuatan yang kami punya adalah pinjaman-Nya semata. Semoga kita dapat menemukan kebahagian dalam ketidakpastian. Aamiin


Wahai Rabb pemilik diri
Hadirkan kedamaian dalam ketidakpastian ini
Hingga kami dapat melewati setiap episode kehidupan dengan baik
Dengan tetap berada dalam keridhaan-Mu Ilahi

Wahai Rabb pemegang segala kunci rahasia kehidupan
Masa depan ada dalam genggaman-Mu
Rezeki dalam penguasaan-Mu
Pun begitu juga jodoh
Tetap dalam peluk-Mu
Berikan yang terbaik untuk kami
Karena Engkau lebih mengerti
Sedang kami, tentang diri sendiri terkadang tidak seberapa memahami

Wahai Rabb
Bersama-Mu selalu ada ketenangan
Sebab itu, jangan Engaku abaikan kami sendiri di dunia ini
Meraba tanpa cahaya petunjuk-Mu Allah
Jangan !
Karena kami tidak akan pernah mampu melewati ini sendiri


Dunia ini terlalu bising ya Rabb
Dunia ini terlalu gaduh..
Sebab itu, jangan biarkan Dunia ini menempati posisi di hati
Cukup di tangan kami
Karena tidak ada ketenangan dan kedamaian jika ia mengakar disini
Di hati kami ya Rabb.
Bersama-Mu, dalam Naungan-Mu, dalam keridhaan-Mu
Itulah yang selalu kami harapkan.

Wahai pemilik kekuatan
Mudahkanlah segala urusan kami
Dalam menata hari-hari
Menuju kebahagian duniawi dan ukhrawi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar