Senin, 26 Maret 2012

MEMBUMIKAN EKONOMI ISLAM DI ACEH


Sebagai umat Islam kita meyakini bahwa Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah (hablum minallah) semata, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan manusia (hablum minannas). Dalam konteks hablum minannas, segala permasalahannya dikelompokkan ke dalam satu bidang yang disebut dengan  bidang mu’amalah. Di dalam Al-Qur’an  terdapat   surat Al-Baqarah ayat 282 yang merupakan ayat terpanjang dalan Al-Qur’an.  Ayat ini menejelaskan tentang aturan dalam melakukan utang piutang yang merupakan salah satu bentuk aktivitas mu’amalah. Ini merupakan salah satu bukti, bahwa Islam sangat peduli tentang hubungan manusia dengan manusia (hablum minannas).

Di Aceh, kita mengetahui bahwa Syari’at Islam telah lama diberlakukan . Sejak   ditetapkan Undang-Undang No 18 Tahun 2001  Aceh telah memiliki hak otonomi khusus untuk mengimplementasi Syari’at Islam. Namun, satu hal yang masih sangat memprihatinkan dengan keadaan Aceh saat ini yaitu belum mampu membumikan  ekonomi Islam di bumoe Seramoe Mekah ini. “Sudah seharusnya pelaksanaan kebijakan syari’at islam  ini memasuki ranah ekonomi. Penerapan ekonomi islam merupakan upaya pelaksanaan Syariat Islam secara kaffah dan jalan alternatif bagi usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat yang masih belum terealisasi dengan baik”. Begitulah argument yang tuliskan oleh Jabal Ali Husin Sab dalam tulisannya yang berjudul “ Darurat Ekonomi Syari’ah”. (Serambi,21/1/2012).
Jika kita perhatikan kehidupan masyarakat Aceh, dapat kita katakan bahwa  mayoritas mata pencaharian masyarakat Aceh adalah berdagang. Mulai dari perdagangan kecil-kecilan hingga toko besar-besaran. Dalam aktivitas perdagangan, sering sekali terjadi parktek-praktek yang bertentangan dengan Syari’at islam. Seperti terjadinya tadlis (penipuan), maisir (perjudian), gharar (ketidakjelasan), curang, riba dan lain sebagainya. Ini hanyalah sekelumit contoh-contoh kecil yang penulis sebutkan yang sering terjadi dalam aktivitas perdangan. Maka, sangat penting sekali membumikan ekonomi islam di Aceh untuk menghindari praktek-praktek ekonomi yang bertentangan dengan Syari’at Islam.
Kata ‘Membumikan’ yang terdapat pada judul tulisan ini meminjam istilah Quraisy Shihab dalam karya besarnya ‘Membumikan al-Qur’an’. Hal ini disebabkan penulis bermaksud untuk membumikan ekonomi islam dengan menanamkan nilai-nilai ekonomi islam dalam  kehidupan masyarakat Aceh.
Dalam hal dunia perbankan, sekarang ini  di Aceh memang sudah banyak muncul lembaga-lembaga keuangan syari’ah seperti Bank Mu’amalat Indonesia (BMI), Bank Aceh Syari’ah, Bank Danamon Syari’ah, Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syari’ah, BNI syari’ah dan bank-bank pembiayaan lainnya. Namun, walaupun kemunculan Bank Syari’ah di Aceh seperti jamur di musim hujan, tetapi masyarakat Aceh masih ada yang belum bertekad untuk bergabung dengan bank syari’ah yang bebas riba, karena masyarakat berasumsi bahwa bank syari’ah sama saja dengan bank konvensional. Padahal, kedua bank ini jelas memiliki perbedaan. Menurut penulis, salah satu penyebab timbulnya asumsi seperti  ini karena minimnya pengetahuan masyarakat Aceh tentang perbankan syari’ah khususnya dan ekonomi Islam umumnya. Berikut ini penulis akan menguraikan secara singkat tentang perbedaan bank syari’ah dan bank konvensional. Karena dunia perbankan syari’ah juga bagian dari ekonomi Islam.
1.      Perbedaan landasan
Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah terletak pada landasan falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak melaksanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya sedangkan bank kovensional justru kebalikannya. Hal inilah yang menjadi perbedaan yang sangat mendalam terhadap produk-produk yang dikembangkan oleh bank syariah, dimana untuk menghindari sistem bunga maka sistem yang dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan yang dilaksanakan dalam bentuk bagi hasil. Dengan demikian sebenarnya semua jenis transaksi perniagaan melalui bank syariah diperbolehkan asalkan tidak mengandung unsur bunga (riba). Riba secara sederhana berarti sistem bunga berbunga atau compound interest dalam semua prosesnya bisa mengakibatkan membengkaknya kewajiban salah satu pihak seperti efek bola salju pada cerita di awal artikel ini. Sangat menguntungkan saya tapi berakibat fatal untuk banknya. Riba, sangat berpotensi untuk mengakibatkan keuntungan besar disuatu pihak namun kerugian besar dipihak lain, atau malah ke dua-duanya.

2.      Tujuan
Tujuan bank syari’ah adalah profit dan falah oriented. Artinya bank syari’ah tidak
semata-mata mencari profit tetapi juga berusaha meraih kemenangan baik di dunia maupun di akhirat. Kemenagan di dunia artinya keberhasulan menunjukkan bahwa bank syari’ah adalah sistem perbankan yang terbaik, sedangkan kemenagan di akhirat berupa pahala dan kebaikan di sisi Allah. Sedangkan tujuan bank konvensional adalah profit oriented yaitu mencari keuntungan semata.
3.      Dewan Pengawas
Dalam bank syari’ah ada keharusan untuk memiliki dewan pengawas syari’ah (DPS) dalam struktur organisasinya. Dalam bank konvensional, tidak ada lembaga yang sejenis.

Untuk membumikan ekonomi islam tentu  membutuhkan kerja sama semua pihak baik pemerintah dan masyarakat. Untuk kasus perbankan syari’ah yang penulis sebutkan di atas, penulis menyarankan kepada perbankan syari’ah untuk meningkatkan sosialisai dan penyuluhan kepada masyarakat tentang sistem perbankan syari’ah. Selain itu,  pemerintah Aceh melalui Dinas Pendidikan untuk dapat menginternalkan  ekonomi islam dalam kurikulum tingkat SLTP, SLTA dan perguruan tinggi. Tujuannya agar pemahaman ekonomi islam dapat ditanamkan sejak dini sehingga dengan hal ini di harapakankan dapat meminimalisasikan praktek-praktek ekonomi yang bertentangan dengan Syari’at Islam. Sejuah yang penulis ketahui , ada 5 wilayah di jawa barat yang akan menerapkan kurikulum ekonomi islam di tingkat SLTP dan SLTA. Dan daerah tasikmalaya telah memasukkan ekonomi islam sebagai mata pelajaran muatan lokal di tingkat SLTP dan Madrasah Tsanawiyah. Jika wilayah lain bisa menginternalisasikan kurikulum ekonomi islam dalam pendidikan, kenapa tidak dengan Aceh?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar